JAKARTA - Penelitian terbaru mengungkap paparan bahan kimia bernama ftalat yang umum ditemukan dalam berbagai produk sehari-hari, seperti kemasan makanan, produk perawatan pribadi, mainan, dan lainnya dapat mengalami gangguan perkembangan neurologis pada bayi.
Kini, para ilmuwan telah menemukan jalur biologis yang menjelaskan bagaimana hal ini bisa terjadi. Studi diterbitkan di jurnal Nature Communications menemukan paparan ftalat berkaitan dengan perubahan metabolisme neurotransmiter dan asam amino yang berperan dalam perkembangan otak.
“Ini adalah langkah penting dalam memahami bagaimana paparan bahan kimia selama kehamilan dapat membentuk perkembangan bayi di tingkat molekuler,” kata Dr. Donghai Liang, penulis utama studi dan profesor di Rollins School of Public Health, Emory University, dikutip VOI dari laman CNN, Jumat, 4 April.
Ftalat pertama kali diperkenalkan pada 1920-an dan digunakan untuk membuat plastik lebih lembut dan fleksibel, terutama dalam produk berbahan polyvinyl chloride (PVC) seperti lantai vinil, perangkat medis, mainan anak-anak, kemasan makanan, serta tirai kamar mandi. Selain itu, ftalat juga berfungsi sebagai pelumas dan pembawa aroma dalam produk perawatan pribadi seperti deodoran, cat kuku, parfum, gel rambut, sampo, sabun, dan losion tubuh.
Ftalat termasuk dalam kelompok endocrine disruptors (pengganggu hormon) yang telah dikaitkan dengan kelahiran prematur, kelainan genital pada bayi, obesitas anak, asma, kanker, gangguan kardiovaskular, serta penurunan jumlah sperma dan kadar testosteron pada pria.
Studi ini dilakukan pada pasangan ibu-bayi yang terdaftar dalam Atlanta African American Maternal-Child Cohort antara 2016 hingga 2018. Sampel urin dikumpulkan dari 216 ibu hamil pada usia kehamilan 8–14 minggu, dan dari 145 ibu lainnya pada usia kehamilan 24–30 minggu.
Para peneliti mengukur kadar 8 jenis metabolit ftalat. Secara rata-rata, usia para peserta adalah 24 tahun, dan kadar ftalat dalam tubuh mereka lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional, berdasarkan National Health and Nutrition Examination Survey.
Dalam 1-2 hari setelah kelahiran, sampel darah bayi dikumpulkan melalui tes darah. Hasilnya menunjukkan paparan ftalat selama kehamilan berkaitan dengan rendahnya kadar tirosin, asam amino yang berperan sebagai prekursor hormon tiroid tiroksin. Kadar tiroksin yang rendah telah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit dan gangguan perkembangan saraf pada bayi.
Tirosin merupakan prekursor bagi neurotransmiter dopamin, norepinefrin, dan epinefrin, zat yang berperan dalam respons fight-or-flight tubuh. Kekurangan neurotransmiter ini dapat menyebabkan berbagai masalah, seperti kecemasan, depresi, dan kesulitan berkonsentrasi.
Selain itu, paparan ftalat juga dikaitkan dengan rendahnya kadar triptofan, asam amino esensial yang diubah menjadi 5-hydroxytryptophan (5-HTP), lalu menjadi serotonin. Baik 5-HTP maupun serotonin ditemukan dalam kadar rendah pada bayi yang terpapar ftalat.
Serotonin berperan penting dalam mengatur suasana hati, tidur, pembelajaran, daya ingat, pencernaan, dan respons tubuh terhadap stres. Kadar serotonin yang rendah sebelumnya telah dikaitkan dengan gangguan suasana hati seperti depresi, kecemasan, gangguan tidur, dan masalah pencernaan.
Secara umum, perubahan biologis ini juga berhubungan dengan skor lebih rendah dalam tes yang mengukur perhatian dan respons bayi terhadap rangsangan.
Menurut Dr. Leonardo Trasande, direktur New York University Center for the Investigation of Environmental Hazards, plastik berbahan PVC yang mengandung ftalat terus meningkat penggunaannya secara global. Ia menyebutkan dampak ftalat terhadap kesehatan manusia telah luas dan menimbulkan beban ekonomi yang besar.
“Studi ini hanya menambah bukti bahan kimia dalam plastik dapat membahayakan kesehatan manusia,” kata Trasande.
"Kita seharusnya tidak lagi memperdebatkan apakah ftalat berbahaya, tetapi mulai mendiskusikan langkah konkret untuk mengurangi penggunaannya," tambahnya.
Para ahli mendesak produsen dan pembuat kebijakan untuk mengambil tindakan agar masyarakat dapat mengurangi paparan ftalat.
“Saya tergabung dalam Scientists Coalition for an Effective Plastics Treaty, dan kami rekomendasi pelarangan ftalat secara keseluruhan karena terbukti beracun meski dalam dosis rendah,” kata Dr. Susanne Brander, ahli ekotoksikologi dari Oregon State University, yang tidak terlibat dalam studi ini.
Beberapa produsen sedang mengembangkan bahan tambahan plastik baru yang diharapkan lebih aman, tetapi ada kemungkinan bahan-bahan ini memiliki dampak yang sama buruknya dengan ftalat. Menurut Trasande, tanggung jawab ada pada produsen untuk membuktikan bahan yang digunakan aman sebelum dipasarkan.
Sementara itu, masyarakat dapat mengurangi paparan ftalat dengan cara:
- Menggunakan wadah kaca, baja tahan karat, atau besi cor untuk makanan.
- Menghindari penggunaan peralatan masak anti lengket serta tidak memanaskan atau mencuci plastik di mesin pencuci piring. Label 'aman untuk microwave' hanya berarti wadahnya tidak rusak, bukan berarti makanan di dalamnya bebas dari zat berbahaya.
- Memilih produk perawatan pribadi yang berlabel 'bebas ftalat' dan memeriksa bahan seperti DEP (diethyl phthalate), DBP (dibutyl phthalate), atau BBzP (butyl benzyl phthalate).
- Menggunakan basis data SkinDeep dari Environmental Working Group untuk mengecek kandungan bahan dalam produk perawatan tubuh.
- Meningkatkan sirkulasi udara di rumah dan rutin membersihkan debu dengan kain lembap untuk mengurangi akumulasi ftalat.